- Tips Sukses Bisnis Rental Mobil
- Sekolah Forex Indonesia Tempat Belajar Forex Terbaik
- 4 Tips Dasar Untuk Mendapatkan Pinjaman Online Terbaik Untuk Bisnis UMKM Anda
- Apartemen untuk Investasi? Perhatikan 6 Hal Ini Dulu
- Saham Facebook Anjlok Rp 509 Triliun
- Trik Trading Bitcoin Dengan Efektif
- Perbedaan Emas Dan Bitcoin
- Apa Sih Beda Trading Forex vs Trading Bitcoin
- Apa Itu Sentimen Pasar Dalam Trading Forex?
- Akhir pekan, harga emas di posisi di Rp 641.000 per gram
Ini Hal yang Bisa Menyebabkan Bubble Properti di Indonesia

Ini Hal yang Bisa Menyebabkan Bubble Properti di Indonesia
Indonesia Property Watch menilai jika pertumbuhan properti Indonesia yang terus merangkak dalam 3 tahun terakhir tidak akan mengalami bubble atau gelembung ekonomi. Bubble akan terjadi jika konsumen properti adalah investor asing. Sementara saat ini, investor properti Indonesia masih didominasi lokal sebesar 98%.
Demikian dikatakan Direktur Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, di Jakarta, Senin (7/5/2013).
Ali mengatakan, pernyataan Bank Dunia soal akan terjadinya bubble di Indonesia terlalu mengada-ada. Menurutnya, pasar properti Indonesia memang mengalami kenaikan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir. Pembangunan proyek-proyek properti melejit beberapa tahun terakhir. Namun demikian yang terjadi bukanlah bubble melainkan over value.
“Terdapat perbedaan yang prinsip dalam penyampaian kedua istilah tersebut. Fundamental pasar properti Indonesia sangat berbeda dengan pasar properti di negara lain. Dan itu yang dilupakan oleh Bank Dunia,” jelasnya.
Ali menjelaskan, yang terpenting yang membedakan pasar properti Indonesia dengan pasar properti di negara lain adalah bahwa pasar properti Indonesia didominasi oleh pasar lokal yang kuat.
Berbeda dengan pasar Singapura, China, dan Vietnam serta negera-negara tetangga lain yang mengalami bubble karena pasar properti lebih banyak dikuasai oleh asing sehingga ketika terjadi krisis di negara asalnya, maka akan terpengaruh terhadap nilai properti di negara tersebut.
Sebagai contoh, dibukanya kran investasi asing yang besar-besaran di China telah mengakibatkan dampak bubble bagi properti di negara asal. Karena patokan harga yang terjadi adalah patokan harga dengan daya beli dari luar negeri yang berlipat-lipat sehingga pasar lokal tidak dapat membeli. Inilah yang merupakan bubble sebenarnya karena rentang harga yang terjadi sangat tinggi.
Berbeda lagi dengan kasus sub-prime mortgage di Amerika yang tidak bisa disamakan dengan kasus di Indonesia dan sangat jauh berbeda karena fundamental kredit KPR di Indonesia relatif masih konvensional.
Sedangkan di Amerika pasar KPR diperjual belikan berkali-kali dalam sistem derivatif saham yang menyebabkan harga menjadi berlipat-lipat dari aslinya.
“Ketika pasar saham anjlok maka gelembung properti akan meletus dan menhantam pasar perumahan di sana,” kata Ali. (Dewi Rachmat Kusuma, Detikfinance)