- Tips Sukses Bisnis Rental Mobil
- Sekolah Forex Indonesia Tempat Belajar Forex Terbaik
- 4 Tips Dasar Untuk Mendapatkan Pinjaman Online Terbaik Untuk Bisnis UMKM Anda
- Apartemen untuk Investasi? Perhatikan 6 Hal Ini Dulu
- Saham Facebook Anjlok Rp 509 Triliun
- Trik Trading Bitcoin Dengan Efektif
- Perbedaan Emas Dan Bitcoin
- Apa Sih Beda Trading Forex vs Trading Bitcoin
- Apa Itu Sentimen Pasar Dalam Trading Forex?
- Akhir pekan, harga emas di posisi di Rp 641.000 per gram
Indonesia Perlu Belajar dari India dalam Berantas Investasi Bodong

Bukan cuma di Indonesia, penawaran investasi abal-abal juga marak di negara lain, termasuk India. Hanya saja, Indonesia perlu belajar dari India yang tegas memberangus tawaran investasi bodong ala skema ponzi ini.
India memberi wewenang besar terhadap otoritas pasar modal India atau Securities & Exchange Board of India (SEBI). SEBI diberi wewenang luas melakukan pencegahan dan penindakan penawaran investasi yang terindikasi bodong atau mengandung unsur skema ponzi. Perluasan wewenang itu hasil revisi The Securities Laws Act yang diundangkan bulan Agustus 2014 lalu.
Salah satu kewenangan SEBI adalah mereka bisa langsung memasukkan pihak-pihak yang telah mengumpulkan dana masyarakat minimal sebesar Rs 100 crore atau setara Rp 193 miliar (kurs Rs 1= Rp 193) dalam katagoricollective investment scheme. Nah, SEBI mempunyai kewenangan penuh menghentikan penawaran investasi tersebut dan melakukan penuntutan.
Selain itu, atas izin dari pihak pengadilan, SEBI pun memiliki kewenangan mengumpulkan data-data para pihak yang dicurigai menawarkan investasi bodong, termasuk melakukan penyadapan telepon. “Ini akan menjadikan SEBI sebagai regulator pasar modal yang punya kekuatan lebih dari otoritas lain di dunia,” ujar Sandeep Parekh, mantan Direktur Eksekutif SEBI seperti dikutip Bloomberg, Rabu (10/9).
SEBI memang gencar memerangi penawaran investasi ilegal. Sejak Mei 2013, SEBI telah mengeluarkan peringatan kepada sekitar 47 perusahaan yang diindikasikan melakukan praktik pengumpulan dana masyarakat secara ilegal.
Total akumulasi pengumpulan dana ilegal mencapai Rs 640 miliar atau US$ 10,6 miliar alias sekitar Rp 125 triliun. Kasus yang cukup menggemparkan adalah penawaran investasi dari Saradha Group. Dengan menjanjikan imbal hasil sebesar 24%, Saradha mampu menjaring 1,74 juta nasabah dengan total dana kelolaan mencapai US$ 6 miliar (lihat infografik).
Nah, Indonesia bisa meniru India sehingga penawaran investasi bodong tak kian marak. Eko Endarto, perencana keuangan Finansia Consulting menilai, perlu gebrakan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menghambat perkembangan investasi bodong di Indonesia. Misal, OJK merilis perusahaan yang berindikasi menawarkan investasi tak jelas.
Lukas Setia Atmadja, pengamat pasar modal mengusulkan revisi UU Pasar Modal yang memberi wewenang otoritas mencegah dan menindak penawaran investasi yang terindikasi menjalankan skema ponzi. Tanpa itu, penanganan kasus investasi bodong akan lembek.